Bagaimana-Ajaran-Islam-Sesuai-Hadist.
Advertisements

jalanjalanku.net – Terdapat beberapa istilah yang kerap dikaitkan dengan hadits, yakni sunnah, khabar, dan atsar. Kata hadits itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yang secara etimologi berarti komunikasi, percakapan religious atau sekuler, dan kisah historis atau kontemporer. Jika digunakan sebagai kata sifat, maka hadits berarti “yang baru (yang pernah tidak ada” lawan dari kata qadim yang berarti “yang lama (yang tidak memiliki awal”.  Pasalnya, hadits disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW sedangkan qadim disandarkan kepada Allah SWT. Terlepas dari itu, ajaran islam sesuai hadist juga berarti al-qarib (yang dekat) dan al-khabar (berita). Sebagaimana yang telah disebutkan dalam As Al-Zumar: 23 “Allah menurunkan secara bertahap hadits (risalah) yang paling baik dalam bentuk kitab”. Tak hanya itu, kata hadits juga bermakna Al-Quran seperti yang disebutkan dalam Qs. Al-Qalam : 44 “Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepad-Ku (urusan) orang-iorang yang mendustakan hadits (Al-Quran) ini.” 

Intinya, secara etimologis kata hadits memiliki makna kisah atau komunikasi atau pembicaraan / berita. Sedangkan secara terminology ) terdapat berbagai pengertian hadits dan ahli Ushul Fiqh membedakan hadits dengan sunnah. 

Menurut Ahli Hadits

“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat.”

“Segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun selain itu.”

Menurut Ulama Ushul Fiqh Mengenai Hadits

“Segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW, baikberupa perkataan, perbuatan, taqrir yang berkaitan dengan penetapan hukum.” 

Pengertian Hadits Menurut Ulama Hadits

Ulama hadits memandang Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna yang dapat dijadikan suri teladan bagi umat Islam, sesuai firman Allah dalam QS. Al-Ahzab; 21 “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu”.  Oleh karena itu, Ulama hadits membicara segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW, baik yang menyangkut ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak, baik ketika beluau sudah menjadi Rasul maupun sebelumnya.

Pengertian Hadits Menurut Ulama Ushul Fiqh

Ulama Ushul Fiqh memandang Nabi saw sebagai “musyarri’ atau pembuat undang-undang di samping Allah SWT. Hal tersebut sesuai dengan isyarat QS. Al-Hasyr: 7 “Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, jalankanlah apa-apa yang dilarang Rasul atasmu maka tinggalkanlah”. Itu sebabnya, segala sesuatu informasi yang berasal dari Rasulullah SAW, tetapi tidak berkaitan dengan persoalan hukum, maka tidak dikategorikan sebagai hadits atau sunnah oleh ulama Ushul Fiqh. 

Fungsi Hadits

Fungsi utama dari hadits itu sendiri sebagai pendukung atau penopang Al-Quran dalam menjelaskan hukum-hukum Islam. Dalam kaitan ni, hadits berfungsi untuk memberikan penjelasan dan perincian terhadap hal-hal yang disebutkan dalam Al-Quran. Sebab pada umumnya, hal-hal yang dibicarakan dalam Al-Quran itu bersifat mujmal (garis besar) yang secara amaliah belum bisa dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Hal tersebut pun sesuai dengan AS. Al-Nahl: 44 “Dan Kami telah menurunkan Al-Quran kepadamu agar kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka semoga mereka memikirkannya”. 

Dengan begitu, jika Al-Quran disebut sebagai seumber asli bagi hukum Islam, makahadits disebut sebagai bayani atau penjelas. 

1. Bayan Taqrir

Bayan taqrir merupakan posisi sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan Al-Quran (Ta’ki). Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits:

Dari Ibn Umar Ra: Rasulullah Saw bersabda: “Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan dan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji, dan puasa ramadhan.”

2. Bayan Tafsir

Bayan tafsir berperan sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Quran dan fungsi tersebutlah yang terbanyak. Adapun mengenai tiga macamnya yang terdiri dari:

Advertisements

Tafshil al mujmal

Yaitu hadits yang memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Al-Quran. Seperti dalam hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari: “Shalatlah sebagaimana engkau melihat shalatku” (H.R Muslim).

Takhshish Al-amm

Yaitu hadits yang mengkhususkan ayat-ayat Al-Quran yang umum, seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa : 14 “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sam dengan bagian dua anak perempuan”.

Taqyid Al-muthlaq

Yaitu hadits yang membatasi kemutlakan Al-Quran, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 38 “Pencuri lelaki dan perempuan, potonglah tangan-tangan mereka”. ADapun sabda nabi yang berbunyi “Rasulullah Saw didatangi seorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”. 

Baca Juga : 5 Tips Mudah Menjaga Tubuh Tetap Sehat dan Bugar

3. Bayan Naskhi

Yaitu hadits menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Quran. Para ulama mengartikan bayan nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal tersebut terjadi pad kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin.

Menurut para ulama mutaqadimin, yang disebut bayan naskhi ini merupakan dalil syara (yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian. Imam Hanafi sendiri membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadtis-hadits yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadits ahad dia menolaknya. Seperti halnya kewajiban wasiat yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah : 180 “Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu baoak dan karib kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.”

Ayat diatas tadi dinasakh dengan hadits nabi: “Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris”. (HR. An-Nasa’i). 

4. Bayan Tasyri’i

Yaitu hadits menciptakan hukum syari’at yang belum dijelaskan dalam Al-Quran. Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak dijelaskan pada Al-Quran. Sebagai contohnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya menerangkan yang tercantum dalam surat An-Nisa:29 “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara”.

Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Sejatinya, hadits merupakan mubayan atau penjelas terhadap hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits juga terkadang bisa memperluas hukum dalam Al-Quran atau menetapkan sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran. Semua ulama juga telah sepakat, bahwa hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi untuk menjelaskan hukum Al-Quran. 

Hal tersebut terjadi karena keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna (QS. Al-Maidah: 3), sehingga tidak perlu ditambahkan lagi oleh sumber lain, termasuk juga hadits. Jumhur Ulama berpendapat jika hadits berkedudukan sebagai sumber, atau dalil kedua sesudah Al-Quran dan memiliki kekuatan untuk dipatuhi serta mengikat untuk semua umat Islam.  Salah satu ayat Al-Quran yang mengharuskan umat Islam untuk mentaati Rasul ada pada QS. An-Nisa: 59 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu”.

 

Baca Juga : 4 Konsep Foto Prewedding Unik Sesuai Syariat Islam

Advertisements